Bersahaja - Sosial - Humanis

Evaluasi Kritis Peran Politisi Muda

Evaluasi Kritis Peran Politisi Muda

Oleh: Hanief Arief)*

Latar Belakang
Perjalanan sejarah negeri ini tidak lepas dari peranan generasi muda yang agresif dan revolusioner sebut saja, Bung karno ketika memulai perjuangan diusianya yang relatif muda, pada usia 20 th beliau sudah memimpin partai nasional Indonesia kemudian dilantik menjadi Presiden RI yang pertama usia beliau baru berusia 40 th dan Bung Hatta pada usia 37 Th. Beberapa tokoh lain pada masa itupun menduduki posisi penting di usia yang relatif muda, seperti Sutan Sjahrir menjabat menjadi perdana menteri diusia 30 th. Usia muda memang penuh dinamika, gejojak dan tantangan, kadang emosi sering mendominasi dalam setiap pengambilan keputusan dan ketika itu bersinergis dengan idealisme, maka seringkali memunculkan Ide-ide besar yang progresif dan revolusioner. Ide-ide besar banyak lahir pada usia muda sehingga pada waktu itu tak mengherankan jika waktu itu mereka diusia muda telah menduduki jabatan-jabatan strategis di republik ini.
Pada abad 21 pun anak muda masih mendominasi kiprahnya dalam meretas perjalanan sejarah untuk membangun sebuah peradaban suatu bangsa, Seperti Mark Zuckerberg menciptakan situs jejaring sosial Facebook diusia 19th, kemudian Steve Shih Chen, Chad Hurley keduanya menciptakan situs “berbagi video online”,YouTube. ketika itu, Chad berusia 28 tahun dan Steve 27 tahun. Banyak lagi kiprah para kaum muda dalam kancah global, Bung karno pernah berkata “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia” Fenomena ini menyampaikan pesan bahwa kaum muda merupakan ujung tombak sejarah yang dapat mengubah dan mengarahkan roda sejarah kemana yang mereka suka, dan bisa menetukan sebuah peradaban.

Peran Politisi Muda
Era reformasi telah membawa perubahan fundamental bagi proses politik di dalam negeri, tumbangnya rezim Soeharto pun tak lepas dari kiprah para kaum muda dalam mendorong perubahan sejarah 32 th dibawah kekuasaan otoritarisme. Mereka berhasil membuat negeri ini keluar dari krisis kepemimpinan. kenyataan ini semakin menyakinkan bahwa para kaum muda merupakan aktor penting dalam setiap lintasan sejarah sebuah bangsa. Keberadaan mereka memberikan harapan besar akan terjadinya perbaikan dalam setiap momentum perubahan, mereka diharapkan memiliki ide dan gagasan segar yang lebih agresif dan revolusioner dalam mengisi setiap jengkal kebijakan yang lebih mengedepankan kepentingan yang lebih besar diatas kepentingan pribadi atau kelompok dengan idealismenya. Semangat itupun mengalir ke setiap penjuru dengan maraknya para kaum muda yang sukses melenggang ke senayan sebagai anggota parlemen.
Namun setelah 13 th reformasi bergulir, peran para kaum muda yang telah menjadi politisi semakin hari semakin redup bahkan nyaris tak terdengar, tidak pernah gagasan-gagasan besar lahir dari komunitas ini, mereka seakan larut dalam sistem politik saat ini yang cinderung korup, menurut Muhammad Nasih bahwa politisi muda tidak mampu menunjukkan diri sebagai kekuatan politik untuk memwujudkan harapan besar bagi perbaikan[1]. Sejalan dengan hal itu Arbi Sanit mengatakan bahwa melihat para politisi muda khususnya aktifis 98 kini tak berdaya diparlemen disebabkan pola kepemimpinan dipartai politik tempat mereka bernaung justru telah menutup peluang mereka untuk melakukan perubahan[2]. memang harus diakui bahwa peran politisi muda sepertinya telah terkontaminasi oleh kepentingan atau sistem politik yang konservatif yang didominasi oleh politisi tua ditambah budaya paternalistik masih cukup kuat di negeri ini, mereka yang hidup di era 1998 dan era 1966 tak jauh berbeda ketika mereka masuk didalam sistem kekuasaan seperti yang diungkapkan eep saefullah bahwa “regime changes, elite continues”[3] artinya rezim berganti, tapi elitenya berlanjut dimana para politisi muda sering mengikuti jejak seniornya yang cinderung KKN dan korup. Gambaran ini cukup memprihatinkan, tidak seperti yang dibayangkan ketika berada luar sistem kekuasaan mereka keras berteriak menuntut perbaikan dan perubahan, tapi ketika sudah berada dalam sistem kekuasaan malah teriakannya tak terdengar bahkan suaranya kadang menjadi menyakitkan. Harapan kearah perbaikan menjadi jauh seperti yang dibayangkan karena aktor-aktor yang mampu dan diharapkan memegang peran penting tidak mampu berbuat banyak bahkan terbawa arus dan larut dalam permainan.
Kemudian budaya materialistik dan hedonisme juga mengidap dikalangan politisi muda saat ini, kecenderungan kepada materi lebih menonjol dibandingkan kebijakan yang lebih memihak pada kepentingan yang bersifat immaterial, seperti yang diungkapkan Muhammad Nasih bahwa paradigma tentang pembangunan ekonomi dengan kecenderungan kepada pengusaan materi lebih mendominasi dibandingkan dengan paradigma tentang kebijakan yang bersifat imaterial dengan penguatan nilai religius yang walaupun tetap mengakomodasi kebutuhan yang bersifat materialistik, tetapi tidak mengizinkannya menjadi sesuatu yang sangat dominan. Kemudian ditambahkan bahwa kondisi inilah yang menyebabkan politisi muda terjebak dalam jaringan korupsi didalam sistem politik[4]. Pada kondisi inilah membuat mereka tersandera dan terjebak dalam situasi sangat sulit, sehingga berdampak pada agresifitasnya untuk melakukan perubahan dan perbaikan karena mereka pun menjadi bagian permainannya (role of game).

Solusi pemecahan masalah
Melihat masalah tersebut, maka menjadi catatan dan evaluasi kritis bagi mereka yang terlibat dalam kondisi ini, ada beberapa pendekatan solusi dan ini merupakan pilihan yang mungkin pahit bagi mereka seperti keluar dari parlemen jika tak sanggup menyuarakan perubahan atau mempengaruhi kebijakan didalamnya, dan ini mungkin pilihan yang sangat sulit jika mereka tengah mengidap penyakit hedonisme tadi, karena bayangkan jadi anggota parlemen diusia yang muda akan menjadi godaan tersendiri, disamping materi mendukung dan punya pengaruh kekuasaan, sungguh nikmat tiada duanya, hanya mereka yang teruji dan kuat akan mengambil pilihan “Keluar dari Parlemen”. Kemudian sistem kaderisasi dipartai harus dievaluasi dan diperkuat dengan melakukan rekruitmen yang selektif dan membangun sistem yang efektif yang mampu memfilter pengaruh buruk dengan menanamkan nilai-nilai relijius, moral dan pemikiran-pemikiran yang revolusioner sehingga ketika berkuasa mereka akan menebarkan nilai-nilai tersebut, selanjutnya sistem politik kita harus dirubah kearah yang lebih baik, yang paling penting mereka yang muda yang akan menjadi politisi harus mempunyai nilai tambah baik dari sisi materi dan pengetahuan sehingga ketika berkiprah di dalam kekuasaan mereka telah siap dan mapan dan akan sulit terkontaminasi jika didalam dirinya telah membangun kemandirian dari ketergantungan materi dll.

Kesimpulan
Dengan demikian harapan itu masih ada, karena tak dapat dipungkiri, bahwa peran dan kiprah politisi muda masih sangat penting di setiap momentum peradaban, terlepas dari kontaminasi dan pengaruh hal-hal yang bersifat negatif mereka masih tetap menjadi tumpuan harapan untuk tetap melakukan perubahan yang agsesif melalui pemikiran-pemikiran yang revolusioner dimasa yang akan datang, karena perubahan generasi akan terus berevolusi mengikuti jamannya, dan setiap generasi akan melewati masanya menurut teori siklus Ibnu Kaldun menjelaskan bahwa ada Generasi Pembangun, yang dengan segala kesederhanaan dan solidaritas yang tulus tunduk dibawah otoritas kekuasaan yang didukungnya, kemudian Generasi Penikmat, yakni mereka yang karena diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem kekuasaan, menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara. Dan generasi yang tidak lagi memiliki hubungan emosionil dengan negara. Mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai tanpa memedulikan nasib negara[5]. Jika suatu bangsa sudah sampai pada generasi ketiga ini, maka keruntuhan negara sebagai sunnatullah sudah di ambang pintu, dan kemudian ini berulang-ulang sampai memunculkan peradaban baru dan menenggelamkan peradaban yang lama. Dan mudah-mudahan kita ditidak dalam fase generasi terakhir tersebut.

)*Penulis : Ketua Umum Forum Anggota Muda Persatuan Insinyur Indonesia dan Pegawai Kementerian Riset dan Teknologi.

Sumber :
[1] Nasih, Muhammad, Politisi Muda Tak Berdaya, http://www.harianpelita.com/read/19705/4/opini/politisi-muda-tak-berdaya/
[2] Dikutip R. Ferdian Andi R, menangisi peran politisi muda,http://m.inilah.com/read/detail/5398/menangisi-peran-politisi-muda
[3] Dikutip R. Ferdian Andi R, menangisi peran politisi muda,http://m.inilah.com/read/detail/5398/menangisi-peran-politisi-muda
[4] Muhammad Nasih, Dosen Pasca Sarjana Ilmu Politik UI dan UMJ, Politisi Muda Tak Berdaya, http://www.harianpelita.com/read/19705/4/opini/politisi-muda-tak-berdaya/
[5] Ibnu Kaldun, Teori Siklus, http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Siklus_Ibn_Khaldun



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Admin, Published at 6:50 AM and have 0 comments

No comments:

Post a Comment